Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Terpapar Hubungan Pasangan Bahagia dan Si Kecil yang Lucu


[Ini adalah artikel kelima kategori Pria 30 Tahun] Mungkin setahun lalu, saat usia 29 tahun, saya lebih banyak terpapar pernikahan maupun undangan. Satu-satunya pernikahan yang saya hadiri adalah keluarga sendiri. Kini, ia sudah memiliki balita yang lucu dan menggemaskan.

Waktu tak pernah mengenal kompromi atau korupsi. Ia berjalan tanpa henti, andai bisa kembali, itu hanya sebuah angan-angan yang dibuat ke sebuah cerita film. Jadi ingat film Doraemon yang punya mesin waktu.

Keseringan hadir

Tadi di awal saya sudah ceritakan kalau satu-satunya pernikahan yang saya hadiri adalah pernikahan saudari saya. Seorang wanita, adik kandung dari sahabat saya sebenarnya. Umurnya masih di bawah saya dan begitulah wanita, tak akan pernah bisa menanti hingga usia lebih dari 27 tahun.

Ya memang ada yang lebih dari 30 tahun, tapi saya nggak bahas itu. Kehadirannya bersama balita di rumah, mau tidak mau membuat kehidupan saya selalu terpapar keluarga kecilnya. Ia beruntung sekali bertemu suami yang sangat komplit.

Bila di rumah terpapar keluarga sendiri, maka di media sosial juga tak mau kalah. Pasangan muda yang baru setahun dua tahun menikah kemarin, adalah produk generasi millenials. Pernikahan ini pasti akan selalu terpublish di media sosial.

Sebagian besar didominasi wanita, terutama teman-teman saya, termasuk Anda juga pastinya. Mereka keseringan hadir di socmed, paling banyak ada di facebook dan Instagram. Kemana suaminya? Apakah tidak mengupload juga?

Dugaan Anda tidak sepenuhnya benar, mereka yang rajin pamer memang karena sebagian besar teman saya. Dan suaminya tentu tidak kenal, dan tidak mungkin saya ikutin akun suami mereka. Para wanita ini memang sangat rajin dan harus diakui kadang membuat iri.

Fenomena media sosial

Acara ultah dibagi di socmed. Hari raya dan hari-hari penting, kehadiran anak-anak mereka di media sosial membuat siapa saja bisa menjadi ayah anak tersebut. Bayangkan, dari waktu ke waktu selalu terpapar wajah anak mereka. Hingga tanpa sadar suatu hari ternyata mereka sudah besar.

Fenomena media sosial mungkin masih akan terus berlanjut hingga ke depan. Namun seiring waktu, hadirnya Pokemon Go ternyata bisa mengalihkan sedikit perhatian di media sosial. *apa sih..

Para ibu, istri dari suami-suami hebat dan mungkin ada juga pria yang menjadi ayah, Anda tidak salah berbagi foto pernikahan dan bayi Anda. Hanya saja sedikit diperhatikan tentang dampak buruknya. Coba search di google beberapa kasus yang terjadi.

Asal bisa memanage, Anda tak perlu khawatir sebenarnya. Saya doakan, hubungan kalian berjalan dengan baik hingga kakek nenek. Dan sang anak tumbuh menjadi orang yang berguna bagi keluarga dan bangsa.

...

Saat memasuki usia 30 tahun dan tanpa hubungan, mau tidak mau, seorang pria atau wanita akan lebih banyak melihat rekan dan temannya yang sudah menikah semakin rajin berbagi kehidupan mereka, terutama di jaman media sosial sekarang.

Padahal Anda tidak pernah datang ke acara pernikahannya, atau mengikuti proses persalinan sang buah hati. Tapi entahlah, mereka yang suka berbagi seolah ada disekitar kita.

Ibaratnya tetangga dekat rumah, kadang kita hanya bisa melihat dari jendela atau mendengar suara tangisan sang buah hati. Apakah saya iri? Entahlah, yang jelas saya belum berpikir menata rumah tangga seperti mereka. Lawong jodoh aja belum ada. Apa yang mau diperhatikan.

Mungkin Tuhan mau menyuruh saya menulis kehidupan tentang pasangan dan buah hatinya untuk lebih dalam memaknai ketika jodoh itu datang. Saya bertanya-tanya, apakah mereka seperti saya juga? Bercerita tentang kehidupannya, hanya saja berbeda media. Andai sang ayah seorang blogger, apakah ia mau membagikan kisahnya.

Siapa tahu, si ayah mau berbagi resep menjaga anak, bagaimana membuat sang istri tetap mencintai, memanage keuangan dan sebagainya. *fiuh... apa kabar teman saya yang kemarin saya tanya katanya sedang ngumpulin duit buat nikah??

Saya memang butuh pengalaman tersebut suatu hari nanti, mungkin perjalanan saya masih nol besar sekarang. Saya berharap dengan berbagai kisah nantinya akan bisa dibuat dalam cerita di sini.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh