Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Wah, Buzzer Akan Dikenai Pajak!


[Ini adalah artikel ke-11 kategori media sosial] Padahal belum juga sukses menjadi buzzer, ini malah dapat kabar Ditjen Pajak akan mengejar pajak pemilik akun yang menjual jasa atau barang di media sosial dan pemilik akun yang mendapat penghasilan dengan mempromosikan produk tertentu.

Buat yang sukses menjadi pendengung (buzzer) dan penyokong (endorser) produk tertentu, ini memang mengkhawatirkan. Namun buat orang seperti saya sementara ini masih santai saja menanggapi. Lawong sepi, kecuali momen-momen tertentu.

Bahkan, punya ribuan followers baik di Instagram maupun Twitter, pihak-pihak yang mau kerjasama dengan dotsemarang mintanya gratis mulu dengan embel-embel pasang logo di acara dengan ribuan pengunjung. Kalau nggak punya pengalaman jadi media partner bertahun-tahun sih, nggak masalah.

Tarif normal katanya

Sosok Karin Novilda yang dikenal dengan Awkarin bukan saja dikenal karena sosoknya yang kontroversi tapi juga menjadi acuan tentang pendapatan yang ia diterima dari akun media sosialnya. Jumlahnya gede banget, sekitar 30 juta rupiah (abis baca dari beritagar.id).

"Kalau ada keuntungan ya kena pajak gitu aja. Tarifnya normal. Pajak penghasilan seusai keuntungan," Ken Dwijugiasteadi-Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.

Bila ini benar dilaksanakan, maka kemungkinan pemerintah bisa mendapatkan pemasukan hingga 1,2 miliar dollar AS atau setara Rp15,6 triliun, jika bisa menarik pajak dari kegiatan di media sosial. Ken mengatakan, selebgram, buzzer, atau endorser yang ada di media sosial diminta untuk taat pajak karena pemerintah mencatat adanya transaksi atau potensi pengenaan pajak dari setiap akun.

Ditjen pajak, kata Ken, akan melacak identitas pemilik akun dan mengirimkan surat peringatan kepada yang bersangkutan untuk membayar pajak. Pemerintah akan membandingkan laporan pajak mereka dengan kegiatan di akun media sosial masing-masing.

Pemerintah menggenjot penerimaan pajak melalui berbagai cara, termasuk mengejar setoran pajak di sosial media, karena realisasi penerimaan pajak tahun ini masih rendah. Total penerimaan pajak yang terkumpul di Ditjen Pajak hingga akhir September lalu mencapai Rp896,1 triliun. Dari jumlah itu, sekitar Rp97 triliun disumbang dari uang tebusan program pengampunan pajak (tax amnesty).

...

Konsisten itu memang tidak mudah. Pas sudah benar-benar dilakukan, ada saja yang datang bawa masalah. Mereka yang sudah berhasil menikmati bakalan menjadi susah karena masalah ini. Dan yang belum, bakalan santai tapi juga harap-harap cemas.

Sepertinya agency atau perusahaan yang mengendorse juga bakalan harus hati-hati. Semoga saja tidak panik dan membuat ladang di media sosial tetap berjalan seperti biasanya.

Sumber original klik di sini.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh