Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Kadang Sedih Juga, Diundang Tapi diperlakukan Sama Dengan yang Lain


[Artikel 30#, kategori aktivitas] Saya senang diundang, apalagi atas nama dotsemarang yang saya hormati sebagai profesi seorang bloger. Dengan mendapatkan undangan, tentu manusiawi sekali kalau saya berpikir spesial. Dan saya akan balas kebaikan si pengundang dengan sebuah postingan dan share di media sosial dotsemarang. Tapi..

Kadang sedih juga setelah tiba di lokasi acara, makna spesial sebagai undangan itu diperlakukan sama dengan peserta lain. Apakah saya terlalu sombong? Tidak. 

Seharusnya saya tidak akan datang untuk sebuah acara bila tidak diundang. Saya menghargai waktu sama seperti uang, mengingat pekerjaan saya sebagai bloger belum dapat menjadi fondasi hidup saya. Saya berharap mendapatka penghasilan di sana.

Selain soal waktu, saya juga harus mengeluarkan tenaga dan pikiran. Saya bersepeda dan lumayan lelah kalau jarak dari rumah (jl.Majapahit) sampai lokasi acara (semisal, Tugu Muda).

Saya kedengar manja, dan angkuh. Jangan berpikir ke sana, karena saya sudah melakukan aktivitas ini lebih dari 3 tahun lamanya. Saya tidak lagi bertahan pada prinsip mengejar passion. Karna sekarang sudah terjun, saya menyukainya. 

Yang saya katakan ini hanya sebuah ungkapan perasaan bahwa terkadang saya juga merasa sedih saat datang ke sebuah acara diperlakukan sama dengan peserta biasa. Daftar, kasih snack, dan pulang. Padahal undangan tersebut menaruh nama bloger sebagai partisipasi secara resmi sebagai undangan.

...

Saya berharap, brand yang menggunakan agency atau perusahaan (EO), melihat bahwa bloger itu sebuah profesi yang kedatangannya kurang lebih punya pengaruh saat ini. Karna diundang, saya pikir mereka tahu pentingnya bloger saat ini.

Lebih baik saya nggak datang semisal hanya untuk memenuhi kuota peserta dan menaikkan trending topik di media sosial. Saya ingin dibayar karena pengalaman dan nilai saya.

Saya senang diundang sebagai bloger, tapi saya juga sedih, bila Anda perlakukan saya sebagai peserta biasa yang mendaftar karena tertarik acaranya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Blog Personal Itu Tempat Curhat

Sifat Buruknya Pria 29 Tahun