Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Bahkan, Klub-klub Liga Inggris Memantau Pemain yang Diburunya Lewat Media Sosial


Masih bilang media sosial nggak penting? Penting di sini mungkin tentang apa yang kita sebarkan, kalau positif dan menginspirasi sih, nggak masalah. Tapi kalau negatif mulu, sepertinya perlu dipertimbangkan.

Kali ini ceritanya datang dari klub Liga Inggris yang akan berbelanja pemain buat musim depan. Jika dulu saya sering mendengar cerita tentang perusahaan yang tidak ingin karyawannya nakal di medsos, maka anggapan itu pun juga dilakukan klub sepakbola.

Kasus Adam Johnson jadi pelajaran

Sudah banyak kejadian yang terjadi karena pemain sepakbola profesional kadang salah mempublish di media sosial, kasus terbaru tentu tentang Adam Jhonson.

Menyadur info dari situs viva.co.id (19/4), Adam Johnson kini harus mendekam di balik jeruji besi. Pemain Sunderland ini harus menjalani hukuman lima tahun penjara atas kasus pelecehan gadis di bawah umur.

Tidak ingin hal serupa berulang, kabarnya sejumlah klub Liga Primer kini menerapkan aturan 'scouting' terhadap kepribadian pemain incaran. Caranya adalah melalui media sosial.

Kroll, perusahaan yang bergerak di bidang cyber security, mengaku disewa oleh sejumlah klub untuk mengawasi perilaku sejumlah pemain di media sosial, seperti Twitter, Facebook, Instagram, WhatsApp hingga Snapchat.

"Kami ditugaskan menemukan tanda-tanda mencurigakan. Apa saja yang mungkin bisa merusak reputasi klub, seperti hal-hal mesum, ajaran ekstrem sampai yang menjurus ke arah rasis serta SARA," kata Direktur Kroll, Ben Hamilton kepada The Sun.

...

Media sosial buat profesional bukan sekedar tempat bercanda, mereka memang layaknya selebriti yang selalu diawasi fansnya. Bagaimana dengan saya dan Anda yang bukan termasuk pemain sepakbola profesional, selebriti atau tokoh.

Tetap saya saranin jaga jari Anda untuk tidak berbagi hal negatif yang diberikan pikiran Anda. Karena, jangan sampai terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Negara kita sekarang pun sudah memberlakukan peraturan tentang media sosial terutama konten yang merusak.

Boleh menyuarakan kebebasan berpendapat, asal tidak merugikan terikat instansi manapun atau tempat Anda bekerja. Atau harus membuat akun palsu? Hehe...

Sumber konten asli klik di sini

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh