Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s...

Ikutan Acara Museum Ranggawarsita Memperingati Hari Museum Indonesia


[Artikel 64#, kategori aktivitas] Bagaimana rasanya pagi-pagi sudah bersepeda dari rumah sekitar jam 6.30 wib menuju Museum Ranggawarsita? Untuk alamat rumah sendiri ada di jalan Gajah Raya. Dan harus tiba sebelum pukul 07.30 wib di sana? 

Karena masih pagi, total jarak menurut google map sekitar 8,9 km, saya sangat menikmatinya. Lelah yang saya rasakan seolah tak berarti ketika akhirnya tiba sebelum waktu yang saya targetkan. 

Seperti biasa, saya hanya membawa satu baju ganti yang kebenaran sudah dititipi panitia untuk menggunakan pakaian atas berwarna hitam. 

Belum banyak orang yang datang

Saya sempat apes saat melewati jembatan Kalibanteng, mata saya kelilipan. Belajar dari pengalaman, saya paling bermasalah kalau sudah kena mata dikucek pakai tangan.

Alhasil, saya membiarkan mata saya kelihatan berair agar kotoran yang masuk keluar dengan sendiri. Beberapa kali saya mengusapnya dengan handuk yang saya bawa.

Saat tiba di Museum Ranggawarsita, ada banyak orang yang duduk (bukan peserta). Sempat tidak percaya diri juga saat mengunci sepeda dengan mata yang terasa perih.


Bus yang super panas

Seharusnya saya membawa dua pakaian kalau gini. Karena acara gratis dan saya tahunya diajak, saya sebenarnya tidak mempermasalahkan kendaraan apa yang membawa rombongan yang kebanyakan mahasiswa ini.

Tapi tetap saja, panas yang dirasakan di dalam bus yang hanya menyediakan kipas angin kecil, membuat rasa nyaman sangat berkurang. Semoga ke depan, panitia semisal ngadain acara lagi tahun depannya, memikirkan ini.


Berkunjung ke museum-museum

Tujuan pertama kami adalah museum Rekor Indonesia atau MURI yang terletak di Semarang atas. Untuk menuju ke sini, bus melewati tol. Dan saat tiba, saya hanya bisa berkata 'akhirnya bisa menginjakkan kaki di sini dengan momen yang tepat'.

Ada yang menarik di sini. Kita bisa masuk gratis (termasuk kamu nanti di luar acara ini) hanya dengan memfollow akun Instagram museum. Setelah menunjukkan bahwa akun kita sudah mengikuti, kita dapat mengakses tempat yang berisi banyak koleksi rekor. Termasuk museum jamu yang tersedia di sebelah ruangan.

Destinasi kedua adalah museum perkembangan Islam yang berada di menara Masjid Agung Jawa Tengah. Saya sudah beberapa kali berkunjung ke sini. Tidak begitu antusias sebenarnya, namun tetap saja seru dengan ikut acara seperti ini. Apalagi ada guide yang memberi penjelasan tentang museum.

Terkahir, museum Mandala Bhakti. Ini juga perdana saya masuk setelah sekian lama cuma sekedar lewat atau berada di kompleks Mandala Bhakti. Di sini, dengan seorang pemandu, kami seperti dikejar-kejar waktu karena tenggak waktu yang diberikan sangat terbatas. Saya benar-benar kehilangan fokus di sini.


..

Selain saya, ada beberapa bloger dan wakil dari Genpi Jateng yang turut serta. Tidak banyak bloger yang ikutan. Sepertinya mereka hadir seperti saya, yaitu diajak.

Acara pun berakhir dengan kembali ke museum Ranggawarsita. Ada prasangka baik ketika orang-orang seperti saya harus menandatangi semacam absen dengan kolom tanda tangan. Ternyata itu tak terjadi. Kecewa tentu saja.

Sekarang tinggal capeknya pulang. Setelah sempat ngobrol agak lama dengan teman-teman bloger, saya kembali mengayuh sepeda dari Museum Ranggawarsita menuju rumah. Ini sangat melelahkan. Memang lebih baik saat pergi ketimbang pulang kalau urusannya seperti ini, naik sepeda.

*Seperti biasa, nanti akan saya publish di blog dotsemarang.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

Perjalanan Pulang Pergi ke Hotel The Wujil Resort & Conventions

Review Film Tum Bin 2 (2016)