Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Jadi Tukang Rumput Itu Tidak Mudah Juga Ternyata


[Artikel 65#, kategori aktivitas] Akhirnya saya memutuskan juga membeli gunting rumput di atas. Beli yang murah-murah saja dan berharap baik-baik saja. Cuma 30 ribu pada waktu beli di tukang jualan serba murah. Lumayan, kebenaran rumput di taman rumah udah sangat panjang.

Beberapa bulan terakhir, rumput rumah yang biasa dipotongkan dan menggunakan mesin sudah tidak dilakukan lagi. Alasannya demi penghematan dan mencoba melakukannya sendiri.

Kadang agak kesal juga, selain lihat rumput yang terus tumbuh, orang rumah tidak ada yang peduli. Termasuk si Amir. Menumbuhkan kesadaran versus disuruh kadang memilih membiarkan. Manusia akan berubah suatu hari.

Tidak mudah menjadi tukang rumput

Melakukannya tergantung waktu juga. Kalau lagi ingin, bisa dilakukan pagi hari untuk menggantikan olahraga pagi yang beberapa hari ini sangat malas. Atau agak siang, mencari lokasi yang tidak terlihat matahari sambil memakai waktu sebagai batasnya.


Sebelum menggunakan gunting rumput, sebenarnya saya menggunakan pisau dapur. Haha... mau gimana lagi, waktu itu yang ada cuma itu aja. Dan direkomendasi sama pemilik rumahnya sendiri.

Beberapa tetangga, para asisten rumah tangga yang sering lewat, mereka paling sering memberi dukungan. Cucuran keringat dari atas kepala tidak bisa dibohongin bahwa aktivitas sederhana ini tidak mudah juga ternyata.

Satu jam berlalu, tangan saya malah pegel sendiri. Masih baru saja, mungkin beberapa kali dilakukan lagi akan terbiasa. Saya harap begitu. Hujan yang mengguyur Semarang beberapa hari terakhir sepertinya membuat rumput rumah semakin cepat tumbuh saja.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya