Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Komitmen Itu Terasa Menakutkan


[Artikel 7#, kategori pria 33 tahun] Itu saat bertemu dengan wanita yang selalu mengatakan ngebet ingin menikah, tapi esoknya minta pisah. Tidak bisakah apa yang diucapkan itu konsisten. Khawatirnya setelah saya berusaha, eh malah ditinggalin seperti yang sudah-sudah.

Saya adalah pria yang tidak mengandalkan kekuatan kedua orang tua, khususnya hal finansial. Semua saya sendiri yang memikirkan, termasuk bagaimana ekonomi masa depan saya. Dan saya tidak datang dari keluarga yang kaya raya.

Menjadi bloger sebagai profesi adalah tantangan. Satu sisi diandalkan karena datang dengan kesenangan dan kenyamanan untuk berbuat apa yang kita bayangkan, sisi lainnya harus memikirkan bagaimana ini menjadi anugerah di masa depan bersama pasangan.

Di umur hari ini (33 tahun), saya dihadapkan dengan sebuah komitmen. Sama seperti tahun lalu ketika 'menikah' begitu mudah dan ngebet diucapkan wanita kepada saya. Saya ingin sekali menikah dengannya. Tapi entahlah, komitmen begitu menakutkan hari ini.

Apakah karena wanita yang berbicara menikah hanya menguji saja? Bila saya lolos ujian, saya berhak bersamanya dan menjadi pasangannya. Sebaliknya, ketika gagal ujian, saya hanya perlu ditinggalkan. Tidak peduli kata cinta dan seribu pelukan mesra yang kami lakukan. Anggap saja kami tidak berjodoh.

Banyak hal yang saya pikirkan saat sekarang. Ketika diajak berkomitmen untuk menikah, saya ingin sekali fokus padanya. Berusaha yang terbaik, dan berteman dengan masalah agar dapat solusinya.

Namun, saya sedikit cemas ketika komitmen itu hanyalah ucapan saja. Air mata yang menetes hari ini dengan bibir berat mengucapkan betapa inginnya menikah, hanya hitungan hari, mendadak berubah. Saya takut ditinggalkan jika begini.

Perjalanan masih panjang, selesaikan dulu tujuan awal datang. Berikan kekuatan, untuk saling mendukung satu sama lain. Bukan perasaan menggebu-gebu yang terkadang hilang karena tidak sanggup menahan.

*Saya ingin bersamanya, tapi konsistenlah. Jangan tiba-tiba pergi begitu saja.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh